University in Mall

19 Mei 2008

Hari-hari awal bulan Mei 2008, aku lewatkan di Negara tetangga Indonesia, Thailand. Sejak awal kedatanganku di Pulau Gajah, tidak ada hal yang begitu memesona. Tiada yang membuatku begitu terheran layaknya turis pada umumnya. Mungkin aku berbeda. Ya, boleh dibilang aku bukan termasuk dalam golongan yang mudah terlena. Atau mungkin, benar-benar tidak ada hal yang berhasil memesona diriku.
Hampir semua sektor kehidupan Thailand memiliki kemiripan dengan negaraku, Indonesia. Di Ibu kota, Bangkok misalnya, tidak berbeda dengan Jakarta sebagai ibu kota. Mal-mal tinggi menjulang berdiri, jalan layang (fly over), dan tol panjang mengular pun ada. Namun demikian tidak ketinggalan kesenjangan ekonomi yang tervisualisasi melalui rumah-rumah kecil-reot di tengah kesombongan bangunan perkantoran dan mal yang tinggi perkasa, juga menjadi warna Ibu kota Thailand.

Menginjak akhir minggu pertama, kesan-kesan di atas seakan sirna. Ada satu fenomena menarik. Awalnya aku hanya mengamati. Namun nampaknya fenomena ini tidak hanya membuatku berhenti dengan mengamati. Lebih lanjut terus mengajakku mencermati secara mendalam.

Fenomena ini benar-benar langka. Sepanjang pengamatan dan pengetahuanku, belum atau bahkan tidak akan kita temukan di seluruh sudut kota di Indonesia. Sehingga tidak berlebihan jika kemudian aku dokumentasikan melalui tulisan.

Ada tempat sekolah di mal. Itulah fenomenanya.
* * *
Mal. Kita semua mengenalnya sebagai pusat perbelanjaan. Dalam bahasa ekonomi disebut pasar. Tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Jual-beli barang dan jasa. Tidak hanya itu beberapa mal besar memiliki beberapa ekstra-fungsi. Mal juga berfungsi sebagai arena bermain dan show area. Begitulah definisi mal yang kita pahami selama ini. Namun nampaknya definisi tersebut tidak berlaku di Bangkok. Beberapa mal besar di sana tidak hanya memfungsikan diri sebagai tempat penjualan barang dan jasa, arena bermain atau show area. Lebih dari itu mal-mal di Bangkok juga memfungsikan sebagai tempat pendidikan.

Memang sedikit aneh bagi kita. Bagaimana mungkin mal yang identik dengan hal glamor, hedonistik dapat berpadu dengan dunia pendiaikan. Kita semua tahu pendidikan merupakan bidang yang lekat dengan dunia akademik, pembelajaran dan pemikiran. Jauh dari dunia hedonis, yang hanya menyajikan kesenangan semata. Sungguh kontradiktif.

Mal Fashion Island salah satunya. Kalau kita berkunjung ke sana, akan kita temukan di lantai satu tempat pendidikan tingkat tinggi. Universitas Rajabhat Phranakhon University namanya. Universitas swasta ini berdiri lengkap dengan semua fasilitas pendidikan. Ruang kelas, laboratorium, kantor administrasi, dan taman baca.

Sekilas kita tidak akan tahu bahwa ruangan itu adalah universitas. Kita akan mengiranya ruko. Karena memang ruangannya kecil, seperti ukuran ruko-ruko lainnya. Namun yang membedakan hanya tampilan muka. Banner besar bergambar logo universitas dan beberapa meja-kuris panjang berbanjar di depannya.

Keheranan kita semakin bertambah ketika melihat beberapa mahasiswa dan dosen duduk di kursi-kursi sambil membaca dan beberapa mengerjakan tugas. Seperti tidak ada gangguan bagi mereka. Mereka terlihat begitu menikmati. Melakukan aktivitas akademis di tengah para pejalan kaki dan aktivitas jual-beli.

Sungguh menarik fenomena ini. Layak dijadikan bahan analisis kita. Kenapa perguruan tinggi bisa tumbuh di dalam mal? Mengapa hal ini bisa terjadi? Fenomena apa yang melatarinya? Akankah fenomena ini merupakan strategi baru untuk kembali mengajak masyarakat yang mulai kurang melirik sektor pendidikan. Ataukah sektor pendidikan telah menjadi komoditas baru yang cukup menjanjikan untuk dikapitalisasi? Atau fenomena apa?[]

Tidak ada komentar: